Sabtu, 16 November 2013

REVIEW FILM "Tanah Surga ...Katanya"


Executive Produser: Deddy Mizwar, Gatot Brajamusti
Produser: Bustal Nawawi
Sutradara: Herwin Novianto
Pemeran: Osa Aji Santoso, Fuad Idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa Biani Azzahra, Ringgo Agus Rahman, Norman Akyuwen

TANAH SURGA. Jika mendengar dua kata itu kita pasti akan berpikir tentang tanah air kita Indonesia. Dua jam lalu saya baru saja melihat film yang berhubungan dengan dua kata tersebut, yaitu "Tanah Surga ... Katanya"

Film ini telah membuat saya termenung memikirkan fenomena warga negara Indonesia yang hidup di perbatasan. Menelisik kehidupan nyata antara rasa cinta tanah air dan kenyataan sulitnya mencari penghidupan di negara sendiri, terutama di daerah perbatasan. Herwin Novianto, peraih penghargaan Festival Film Indonesia 2012 kategori sutradara itu membuat film “Tanah Surga ...Katanya” menjadi mengharukan. Ditambah dengan peran para pemain yang sangat mendalami pern masing - masing.

SINOPSIS


Hasyim, mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965, tinggal bersama anak laki-laki, dan dua cucunya Salman dan Salina. Hidup di perbatasan Indonesia dan Malaysia menjadi persoalan karena keterbelakangan pembangunan dan ekonomi.

Astuti, guru sekolah dasar di kota, datang tanpa direncanakan atau terpaksa tepatnya. Ia mengajar di sekolah yang sudah tidak layak karena setahun sekolah itu diliburkani. Tak lama berselang datang pula dr. Anwar, dokter muda dari Bandung yang datang karena tidak mampu bersaing sebagai dokter professional di Bandung.

Haris mencoba membujuk ayahnya Hasyim untuk pindah ke Malaysia dengan alasan di sana lebih sejahtera dibandingkan tinggal di wilayah Indonesia. Akan tetapi Hasyim tidak mau pindah. Persoalan semakin meruncing ketika Hasyim tahu bahwa Haris ternyata sudah menikah dengan perempuan Malaysia dan bermaksud mengajak Salman dan Salina. Salman yang dekat dengan sang kakek memilih tetap tinggal di Indonesia sedangkan Salina ikut pindah dengan bapaknya ke Malaysia.

Hasyim menderita sesak napas. Dr Anwar berusaha memberikan perawatan akan tetapi keterbatasan sarana dan obat, membuat kondisi Hasyim memburuk. Dr Anwar memutuskan untuk membawa Hasyim ke rumah sakit kota. Akan tetapi di tengah perjalanan Hasyim meninggal. Salman pun menelepon bapaknya memberitahukan kabar duka itu, tepat saat Haris sedang bersorak sorai atas kemenangan sepakbola Malaysia atas Indonesia.

Film Tanah Surga…Katanya produksi Demi Gisela Citra Cinema yang meraih penghargaan terbanyak dalam Malam Penganugerahan Festival Film Indonesia (FFI) 2012 di Benteng Vredeburg Yogyakarta. Walaupun begitu bukan berarti film ini tidak punya cacat. Endingnya terasa terlalu panjang, karena berisi penjelasan nasib salah satu tokoh. Namun, metafora pertandingan bola Indonesia vs Malaysia itu juga bagus untuk menutup film ini dengan sedikit sindiran.

Kamis, 17 Oktober 2013

MENGGUGAT PERS DAN NEGARA, Amir Effendy (Resume)

"Siapa yang menjamin independensi Media Group terhadap Surya Paloh, Trans Corp terhadap Chairul Tanjung, dan bahkan Jawa Pos Group terhadap Dahlan Iskan?" tanya Bung Margiono.

INDEPENDENSI PERS. Ya akhir - akhir ini independensi pers mulai dipertanyakan. Pendapat ini dikemukakan oleh Bung Margiono selaku Ketua Umum PWI, Menteri Tifatul Sembiring dan bahkan pidato Presiden SBY. Semua itu adalah gugatan terhadap profesionalisme dan independensi pers yang dikaitkan dengan kepemilikan. Semua itu adalah gugatan terhadap profesionalisme dan independensi pers yang dikaitkan dengan kepemilikan. Tapi seharusnya gugatan itu tidak hanya ditujukan kepada media, gugatan itu juga layak ditujukan kepada negara sebagai regulator media.

Saat ini media Indonesia masih elitis, isinya yang seragam, dan kepemilikannya yang jika dibandingkan dengan standar minimal UNESCO. Internet sebagai perluasan jaringan pun  juga tak bisa mencapai penetrasi yang diharapkan. TVRI yang diharapkan menjadi alternatif juga belum mendapat perhatian. Media paling demokratis dalam keragaman isi dan kepemilikan adalah radio dengan jangkauan yang paling luas di Indonesia.

Sebagai negara yang demokratis, regulasi Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu:
  • Pertama, media yang tak menggunakan wilayah publik atau frekuensi seperti surat kabar dan majalah. Di sini berlaku prinsip pengaturan diri sendiri oleh penerbit dan organisasi pers. Di Indonesia ada Dewan Pers yang bertugas menjaga kemerdekaan pers, meningkatkan kualitas profesi wartawan, dan menyelesaikan sengketa pemberitaan pers.
  • Kedua, media yang memakai wilayah publik/frekuensi seperti radio dan televisi. Pengaturannya ketat, harus memperoleh izin, isi tidak boleh partisan, dan harus netral. Kepemilikan dibatasi. Sekarang yang terjadi adalah isinya relatif seragam dan banyak dipersoalkan orang, sistem berjaringan belum berjalan, dan pemusatan kepemilikan yang berlebihan.

Regulator utama dunia penyiaran Indonesia adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Kominfo, dan Bapepam-LK bagi perusahaan publik. Untuk kepemilikan media, Kementerian Kominfo sebagai regulator utama seharusnya tidak membiarkan konsentrasi terjadi. Putusan MK awal Oktober 2012 menyatakan secara tegas, apa yang terjadi sekarang adalah soal implementasi norma, yaitu soal penegakan hukum, bukan soal konstitusionalitas. Introspeksi perlu dilakukan oleh pers Indonesia, dan peran regulator harus ditingkatkan. Penegakan hukum harus dilakukan Kementerian Kominfo, KPI, dan Bapepam-LK. Bila tidak, tak perlu bicara independensi media ataupun demokrasi.

Kamis, 10 Oktober 2013

Mike MARJINAL


KAMPUS FISIPOL WAKTU TADI


KAMPUS FISIPOL. Kampus Fisipol UGM terletak di Jl. Sosio Yustisia, Bulaksumur, Yogyakarta. Kampus ini berada berdempetan dengan Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Kampus ini berada di sebelah timur perpustakaan pusat UGM dan sebelah selatan Fakultas Teknologi Pertanian. Kampus Fisipol ini cukup luas daripada kampus yang lain, dengan gedung - gedung besarnya yang berwarna putih.

Kampus ini memiliki beberapa gedung yang cukup bagus dan besar. Ada gedung pasca sarjana, gedung BA, gedung BG, dan lainnya. Gedung fisipol ada beberapa yang masih baru, contohnya gedung BA. Gedung ini memiliki lima lantai dan juga basement untuk lahan parkir. Di dalam juga disediakan lift untuk mahasiswa, dosen, dan karyawan. Ada juga mushola yang memang tidak terlalu besar, jadi setiap sholat sering penuh dan harus bergantian. Ada tempat untuk kantin yang sayangnya sekarang sudah tidak ada lagi.

Tadi sore saat saya berada di lingkungan kampus, suasananya tidak terlalu ramai oleh mahasiswa. Hanya ada beberapa mahasiswa yang sedang keluar kelas setelah kuliah, tidak seperti saat siang hari. Saat berjalan menuju selasar ada angin yang berhembus sepoi - sepoi yang terasa sangat nikmat. Cuaca di kampus tadi juga tidak panas atau bisa dibilang mendung, dan tidak ada sinar dari matahari. Suasannya terkesan sejuk karena di Kampus Fisipol ini terdapat pohon - pohon hijau yang rindang.

Saat berada di sansiro, suasananya hampir sama. Disana ada beberapa kakak angkatan 2011 yang sedang nongkrong di tangga masuk gedung BA. Mereka sedang bercanda dan bersantai. Saya lalu masuk ke gedung BA dan di dalam ada replika Kampus Fisipol. Saya lihat masih ada ruang yang dipakai. Saat di selasar, suasananya juga hampir sama tapi terlihat sedikit gelap karena tidak ada sinar dari matahari. Tetapi di selasar terlihat banyak mahasiswa yang sedang berkumpul. Ada yang sedang diskusi, ada yang sedang santai setelah kuliah, dan lain sebagainya. Saya akhirnya ke basement, mengendarai motor saya dan pulang ke kost untuk mengerjakan tugas Penulisan Akademik.